Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan memiliki hakikat memanusiakan manusia dengan mewujudkan pribadi yang merdeka. Pendidikan dilatari tiga lingkungan pendidikan utama yang saling berkaitan yang disebut Tripusat Pendidikan yang terdiri atas lingkungan pendidikan yang diselenggarakan oleh: pertama, pemerintah, dalam bentuk persekolahan atau pendidikan formal; kedua, masyarakat, dalam bentuk kelompok belajar, komunitas belajar, atau pendidikan nonformal dalam hal ini Satuan Pendidikan Nonformal disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); ketiga, keluarga dan lingkungan terdekat, ada yang menyelenggarakan komunitas belajar dan biasanya bekaitan dengan keagamaan, spiritual, seni, olahraga, dan keterampilan lokal. Pembelajaran dalam lingkup keluarga dan ketetanggaan atau lingkungan terdekat ini disebut dengan pendidikan informal.
Ketiga lingkungan belajar tersebut berperan penting dalam membangun kerangka fisik, mental, dan spiritual seseorang sehingga membentuk kepribadian dan karakter yang mandiri. Sejalan dengan tripusat pendidikan, pembinaan pendidikan masyarakat berperan dalam suatu proses di mana upaya pendidikan yang diprakarsai pemerintah diwujudkan secara terpadu dengan upaya penduduk setempat untuk meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih bermanfaat dan memberdayakan masyarakat secara nonformal dan informal.
Seperti dijelaskan dalam tripusat pendidikan, pendidikan tidak dapat terisolasi dari masyarakat yang semakin berkembang dalam suatu kompleksitas dan keragaman tertentu. Masyarakat menginginkan hal yang sangat sederhana, yaitu punya pendidikan dan dapat meningkatkan penghasilan. Kenyataannya terdapat disparitas dalam pencapaian pendidikan ditinjau dari berbagai aspek, misalnya usia, lokasi geografis, sosial, dan budaya. Dalam kondisi seperti inilah pendidikan masyarakat menjadi bagian yang sangat penting dalam mengisi rongga-rongga yang belum sepenuhnya tersentuh.
Sentuhan yang terfokus dapat dilakukan pendidikan masyarakat pada kantong-kantong kemarjinalan di provinsi, kabupaten/kota padat tuna aksara, desa, lokasi kumuh miskin di kota, dan kawasan 3 T (terpencil, terluar, dan tertinggal) untuk memenuhi hak orang dewasa terhadap pendidikan. Fokus sasaran dipertajam dengan memberikan layanan yang sesuai potensi dan konteks kelokalan pada kawasan klaster 4 (nelayan), kawasan pertanian, kawasan dengan etnik minoritas, dan kawasan perbatasan.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), jumlah penduduk tuna aksara dewasa usia 15-59 tahun berjumlah 7.547.344 orang atau 5,02% dengan disparitas gender yang makin membaik. Walau terjadi penurunan disparitas gender, penduduk tuna aksara perempuan tetap lebih besar dari laki-laki.
Pada tingkat provinsi, terdapat 9 provinsi dengan jumlah penduduk tuna aksara di atas 200.000 orang. Provinsi tersebut antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Kalimantan Barat. Pada tingkat Kota/Kabupaten terdapat 34 Kabupaten dengan jumlah penduduk tuna aksara di atas 50.000 orang. Bahkan terdapat dua Kabupaten dengan jumlah tuna aksara di atas 150 ribu orang, yaitu Jember (204.069) dan Sumenep (169.747).
Untuk memenuhi bagian yang belum sepenuhnya tersentuh pendidikan formal, pendidikan masyarakat diharapkan mampu berperan untuk mendorong tumbuhnya masyarakat belajar sepanjang hayat melalui program pendidikan keaksaraan, peningkatan budaya baca, pengarusutamaan gender bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan keorangtuaan, dan penataan kelembagaan pendidikan masyarakat. Melalui berbagai inisiatif beragam program ini diharapkan terdapat investasi pendidikan nasional bagi pemenuhan hak warga negara terhadap akses pendidikan bermutu yang benar-benar dapat dirasakan dan dilihat hasilnya oleh seluruh masyarakat.
PKBM
Dalam mewujudkan harapan dan inisiatif masyarakat terhadap layanan pendidikan yang dapat dirasakan oleh semua lapisan, pada tahun 1998, masyarakat banyak mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai respon terhadap krisis ekonomi dan kebutuhan akan layanan pendidikan yang mampu menjamin kepastian perolehan layanan pendidikan bagi pemuda dan orang dewasa. Pelaksanaan pendidikan orang dewasa mampu meningkatkan ketersediaan, memperluas keterjangkauan, mewujudkan kesetaraan dan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dalam pelaksanaan hak-hak azasi manusia. Pada masa 2000an, PKBM cukup berperan dalam memperluas akses wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun melalui Pendidikan Kesetaraan Paket A dan Paket B, termasuk perluasan akses pendidikan menengah melalui Pendidikan Kesetaraan Paket C. Pada tahun 2006, Kelompok Belajar dan PKBM giat berperan dalam pendidikan keaksaraan orang dewasa untuk mencapai tujuan Pendidikan Untuk Semua (PUS). Kini, pendidikan orang dewasa perlu dilaksanakan secara efektif dan efisien dan relevan dengan mempertimbangkan azas keadilan, kesetaraan yang non diskriminatif sehingga terlaksana pendidikan sepanjang hayat yang memperkokoh pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mampu menghadapi tantangan kemiskinan, kebodohan dan lingkungan (perubahan iklim) dimasa datang demi terwujudnya Indonesia yang berharkat dan bermartabat.
PKBM menawarkan beragam layanan pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, hingga pendidikan perempuan dan kecakapan hidup. Semua layanan tersebut terbentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat di bawah jejaring kemitraan dengan berbagai pihak terkait. Masyarakat berinvestasi dan tidak jarang merelakan sebagian asetnya berupa lahan, tenaga, pikiran, dan anggaran untuk membangun dan menyelenggarakan pendidikan nonformal di PKBM. Dikarenakan hal ini, standar, potensi, dan kompetensi tutor PKBM menjadi beragam dan tidak setara antara satu dengan yang lainnya. Program dan layanan yang ditawarkan juga berbasis konteks dan kebutuhan masyarakat setempat sehingga terkadang ada PKBM yang apabila programnya telah terpenuhi dalam kurun waktu tertentu, PKBM tersebut beralih fungsi. Oleh karena itu diperlukan pendataan untuk mengukur keragaman potensi, mengumpulkan informasi, dan melihat sebaran PKBM. Hingga saat ini jumlah PKBM yang telah mendaftar dan memiliki Nomor Induk Lembaga (NILEM) adalah sebanyak 6.474 unit.
Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
Pendidikan masyarakat juga berupaya mencegah kekambuhan ketunaaksaraan penduduk dewasa dan meningkatkan budaya baca dengan ‘membacakan masyarakat dan memasyarakatkan membaca’ melalui sinergi program pendidikan keaksaraan dengan perluasaan akses terhadap bahan bacaan. Layanan ketersedian bahan bacaan ini diwujudkan dengan perluasan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) pada tingkat kecamatan dan diperluas di ruang publik seperti pasar, mall, terminal, rumah ibadah, rumah sakit, panti sosial, dan ruang publik lainnya. Hingga saat ini terdaftar 6.350 TBM, temasuk TBM ruang publik dan Mobile.
Rumah Pintar
Di samping PKBM dan TBM, terdapat juga Rumah pintar sebagai salah satu Satuan Pendidikan Nonformal Sejenis (SPNF-S) yang didisain dengan strategi pembelajaran bermakna dan menyenangkan bagi para warga belajar, terutama anak-anak berusia 4-15 tahun. Selain daripada itu, terdapat juga program-program kecakapan hidup untuk para ibu dan pemuda, kemampuan keorangtuaan (parenting) bagi para ibu muda dengan anak-anak usia dini, dan ketahanan pangan keluarga melalui pengadaan kemampuan kewirausahaan. Oleh karena itu, semua orang pada semua tingkat kelompok usia berpartisipasi dalam proses pembelajaran sepanjang hayat untuk memberdayakan masyarakat mereka sendiri. Program-program ini dibagi ke dalam 5 sentra, yaitu (i) Setra Buku; (ii) Sentra Komputer; (iii) Sentra Audio Visual; (iv) Sentra Permainan; dan (v) Sentra Kriya. Saat ini terdapat 261 Rumah pintar, 145 Mobil Pintar, 402 Motor Pintar, dan 3 Kapal Pintar yang beroperasi di Indonesia, termasuk 2 Mobil Pintar yang beroperasi di Lebanon.
Revitalisasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Sebagai perbandingan perlu dicatat bahwa setelah jatuhnya bom di Hiroshima dan Nagasaki dan berakhirnya Perang Dunia ke II, pemerintah Jepang menganggap rekonstruksi pendidikan melalui sekolah atau pendidikan anak-anak tidaklah cukup untuk mengembalikan kejayaan Jepang. Kemudian diputuskan untuk membangun sebuah sistem pendidikan orang dewasa (pendidikan masyarakat) melalui Kominkan (Citizen’s Public Hall) untuk mengakomodasikan, menyatukan, dan melayani seluruh kebutuhan pendidikan bagi masyarakatnya, terutama layanan keterampilan bagi orang dewasa. Saat ini terdapat 17.143 Kominkan, melebihi perpustakaan umum (2.979) dan Sekolah Menengah Pertama (10.915). Kominkan dianggap berperan secara berhasil dalam memberdayakan masyarakat dan berkontribusi sangat signifikan dalam rekonstruksi pendidikan Jepang pada masa restorasi hingga saat ini.
Peran PKBM yang semula berkontribusi cukup signifikan terhadap perluasan akses wajib belajar melalui pendidikan nonformal (kesetaraan), saat ini perannya harus berubah karena wajib belajar sembilan tahun relatif telah dicapai. Untuk itu PKBM perlu direvitalisasi melalui berbagai upaya peningkatan mutu dan peningkatan kebertahanan atau keberlangsungan (sustainability). PKBM perlu meningkatkan kemandirian dan kebertahanannya agar mampu melakukan analisis kebutuhan dan potensi yang berkembang di masyarakat serta mampu menggerakan sumber daya/dana yang terdapat di sekitarnya. Keberhasilan PKBM terletak pada kemampuan PKBM dalam memberikan dampak kolektif pada kumpulan individu, keluarga, ketetanggaan, dan masyarakat sekitar PKBM. Dampak ini dapat berupa penyadaran dan komitmen pengentasan ketunaaksaraan dan pengentasan kemiskinan. Keberhasilan PKBM juga harus ditunjukkan dari tumbuhnya komunitas-komunitas kecil yang sadar dan berbuat dalam meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga dan peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, PKBM perlu direvitalisasi melalui hal-hal sebagai berikut.
Oleh karena itu, PKBM perlu direvitalisasi melalui hal-hal sebagai berikut.
- Peningkatan mutu kelembagaan PKBM termasuk manajemen kelembagaandan alokasi dana untuk membuat outlet PKBM sehingga PKBM dapat memasarkan produknya atau produk PKBM lain untuk menggerakan dana masyarakat yang bermanfaat bagi keberlangsungan dan kebertahanan PKBM itu sendiri.
- Pengembangan PKBM Tematik yang menguatkan potensi lokal atau khas masyarakat di sekitar PKBM seperti batik, bordir, kerancang, sutra, anyaman, aneka kuliner, dan manajemen pemasaran kuliner, serta hal-hal berkaitan dengan bisnis busana atau produk gaya hidup lainnya.
- Pengembangan PKBM diarahkan pada terbentuknya komunitas usaha mandiri, bukan hanya sekedar penyedia jasa pelatihan.
- Peningkatan peran PKBM dalam pemassalan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang sangat mungkin dilakukan mengingat PKBM merupakan lembaga pendidikan nonformal penyelenggara layanan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal. Layanan PAUD yang diselenggarakan PKBM juga memiliki sisi strategis lainnya karena dapat disinergikan dengan layanan pendidikan kecapakapan keorangtuaan (parenting education) bagi para orang tua dengan anak usia dini, pendidikan kecakapan hidup, dan pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
- Pengembangan sarana PKBM melalui pengembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Rintisan Balai Belajar Bersama (RB3).
- Sinergi PKBM dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dalam hal peningkatan kualitas tutor dan penyelenggara pendidikan nonformal.
- Pendataan PKBM atau satuan pendidikan nonformal sejenis lainnya berbasis Nomor Induk Lembaga (NILEM) online.
Sumber refernsi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar