Suhartiniblog
TUT WURI HANDAYANI ING NGARSO SUN TULODO

Jumat, 05 Agustus 2011

Agar ilmu yang kita miliki bisa memberi manfaat

KISAH RENUNGAN:


Diceritakan dalam suatu riwayat bahwa dahulu kala pada masa kaum Bani Israil terdapat seorang lelaki yang memiliki 80 peti penuh dengan kitab-kitab ilmu yang telah dibacanya. Namun ia tidak beroleh manfaat dari ilmunya itu.

Allah SWT pun Menurunkan wahyu kepada NabiNya untuk menyampaikan kepada lelaki itu :
“Meskipun engkau mengumpulkan ilmu yang banyak, niscaya ilmu itu tidak akan memberi manfaat bagimu, kecuali jika engkau mengerjakan tiga perkara, yaitu :

PerTaMa
Jangan engkau mencintai dunia, karena dunia bukan tempat orang-orang beriman menerima pahalaNya.

KeDuA
Jangan engkau berteman dengan setan, karena setan bukan teman orang-orang yang beriman.

KeTiGa
Jangan mengganggu seseorang, karena mengganggu orang lain bukanlah pekerjaan orang-orang yang beriman


DASAR
Rasulullah saw. sendiri amat memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan ilmu nafi', hingga dalam salah satu doanya beliau berkata: “Allahumma inni a’udhubika min ilmin la yanfa’u,” HR. Muslim, Tumudzi dan Nasai)

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat.” (HR. Muslim, Tumudzi dan Nasai)

HAKIKAT ILMU
Secara umum, ilmu nafi' adalah ilmu yang mengantarkan pemiliknya pada rasa takut kepada Allah, tawadlu' atau rendah diri, pengharapan kebaikan dan rasa kasih sayang pada sesama, pendorong atas hubungan baik dengan Allah, kepatuhan kepada-Nya, pencarian akan sesuatu yang halal, pemeliharaan anggota badan dari perbuatan maksiat, penunaian amanah, pelawan keinginan hawa nafsu dan menjaganya dari niat kotor. Secara terperinci, ilmu pengetahuan semacam ini mencakup pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya serta pengetahuan tentang tata cara dan etika penghambaan kepada-Nya.[3]

JENIS ILMU
Ilmu Ini Ada Tiga Macam:

[1]. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya adalah sebagaimana Allah menurunkan surat al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.

[2]. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa datang serta yang sedang terjadi. Contohnya adalah Allah menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, dan sebagainya.

[3]. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan dengan hati dan perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, ilmu pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan perbuatan anggota badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar keimanan dan tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang membahas tentang perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti ilmu-ilmu fiqih yang membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu merupakan bagian dari ilmu agama. [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, “Telah berkata Yahya bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima:

(1). Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, yaitu ilmu tauhid

(2). Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu tentang mempelajari makna-makna Al-Qur-an dan hadits

(3). Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu fatwa. Apabila suatu musibah (malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu

(4). Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan

(5). Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.’”

ILMU YANG TIDAK MANFAAT
ilmu tak bermanfaat dalam empat kategori.
Pertama, ilmu pengetahuan yang haram dipelajari, seperti ilmu sihir, ilmu perbintangan dan lain sebagainya.
Kedua, ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi amal nyata.
Ketiga, ilmu pengetahuan yang tidak cukup mampu untuk membersihkan hati dengan etika mulia. Dan yang
keempat adalah ilmu pengetahuan yang tidak dibutuhkan dalam agama.[4]

ILMU TERCELA
Imam Al-Ghazali memberikan analisis, bahwa pada dasarnya hakikat ilmu itu sendiri bukanlah sesuatu yang tercela. Hanya saja, jika ilmu ini telah berada di benak hamba, akan menjadi tercela karena tiga faktor.
Pertama, keberadaan ilmu tersebut akan mendatangkan marabahaya bagi pemiliknya, atau bagi orang lain. Seperti ilmu sihir dan ilmu ramal.
Kedua, keberadaan ilmu tersebut biasanya akan menimbulkan dampak negatif, seperti ilmu nujum (perbintangan). Karena sebagian dari ilmu ini justru dipergunakan untuk perhitungan penentuan masuknya waktu sholat, arah kiblat, petunjuk memulai masa tanam, dan manfaat positif lainnya. Hanya saja, karena di samping manfaat-manfaat di atas, ilmu perbintangan juga dipergunakan untuk menebak dan meramal nasib seseorang di masa yang akan datang, maka hal tersebut akan menimbulkan ketidakpercayaan akan qadla' dan qadar Allah, sehingga menjadikan seseorang keluar dari keimanan.

Ketiga, menekuni secara mendalam ilmu pengetahuan yang menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan faidah ilmu yang seharusnya. Hal ini jika terjadi skala prioritas yang salah, dengan mendahulukan mempelajari ilmu pengetahuan secara mendalam, sebelum menguasai dasar-dasarnya, atau mempelajari ilmu pengetahuan yang berskala kewajiban kolektif (fardlu kifayah) sebelum menuntaskan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan berskala kewajiban individual (fardlu 'ain). Atau mempelajari ilmu pengetahuan yang tidak selayaknya dipelajari, karena hal tersebut berada di luar jangkauan kemampuan hamba, seperti menelusuri hakikat ketuhanan, sebagaimana yang dilakukan kalangan filosof Yunani, atau menelusuri pengetahuan yang selayaknya hanya bisa diketahui melalui intuisi wahyu.[5]

TANDA-TANDA ILMU BERMANFAAT
Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:
1. Beramal dengannya.
2. Benci disanjung, dipuji dan takabbur atas orang lain.
3. Semakin bertawadhu' ketika ilmunya semakin banyak.
4. Menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan dunia.
5. Menghindar untuk mengaku berilmu.
6. Bersu'udzan (buruk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (baik sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang lain.

TANDA-TANDA ILMU TIDAK BERMANFAAT
Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan nampak tanda-tandanya pada orang yang menyandangnya yaitu:
1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan berlomba-lomba padanya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepadanya.
2. Mengaku sebagai wali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau merasa suci diri.
3. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk kepada kebenaran, dan sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di bawahnya dalam pandangan manusia, serta tetap dalam kebatilan.
4. Menganggap yang lainnya bodoh dan mencatat mereka dalam rangka menaikkan dirinya di atas mereka. Bahkan terkadang menilai ulama terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikan ia mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada ulama yang terdahulu.

CIRI ORANG YANG ILMUNYA BERMANFAAT
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya adalah:

[1]. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.

Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” [1]

[2]. Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.

[3]. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.

[4]. Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun. [2]


0 komentar:

Posting Komentar